Pengertian Dokter dan Tugas Dokter
Secara operasional, definisi “Dokter” adalah seorang tenaga kesehatan (dokter) yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran.
Kompetensi yang harus dicapai seorang dokter meliputi tujuh area kompetensi atau kompetensi utama yaitu:
1. Keterampilan komunikasi efektif.
2. Keterampilan klinik dasar.
3. Keterampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan epidemiologi dalam praktik kedokteran.
4.
Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada indivivu, keluarga
ataupun masyarakat denga cara yang komprehensif, holistik, bersinambung,
terkoordinasi dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan
Primer.
5. Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi.
6. Mawas diri dan mengembangkan diri/belajar sepanjang hayat.
7. Menjunjung tinggi etika, moral dan profesionalisme dalam praktik.
Ketujuh
area kompetensi itu sebenarnya adalah “kemampuan dasar” seorang
“dokter” yang menurut WFME (World Federation for Medical Education)
disebut “basic medical doctor”.
Tugas seorang “dokter” adalah meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Melakukan pemeriksaan pada pasien untuk mendiagnosa penyakit pasien secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat.
b. Memberikan terapi untuk kesembuhan penyakit pasien.
c. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit.
d. Menangani penyakit akut dan kronik.
e. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar.
f. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS.
g.
Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis
atau dirawat di RS dan memantau pasien yang telah dirujuk atau di
konsultasikan.
h. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya.
i. Memberikan nasihat untuk perawatan dan pemeliharaan sebagai pencegahan sakit.
j.
Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran, pengobatan pasien sekarang
harus komprehensif, mencakup promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Dokter berhak dan juga berkewajiban melakukan tindakan
tersebut untuk kesehatan pasien. Tindakan promotif misalnya memberikan
ceramah, preventif misalnya melakukan vaksinasi, kuratif memberikan
obat/ tindakan operasi, rehabilitatif misalnya rehabilitasi medis.
k.
Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan
taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi.
l. Mawas diri dan mengembangkan diri/ belajar sepanjang hayat dan melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran.
m.
Tugas dan hak eksklusif dokter untuk memberikan Surat Keterangan Sakit
dan Surat Keterangan Berbadan Sehat setelah melakukan pemeriksaan pada
pasien.
Terminologi
“dokter” memberikan sejumlah predikat, tanggung jawab, dan peran-peran
eksistensial lainnya. Tanpa melupakan sisi dominan proses pembelajaran
dan pengembangan intelektual, seorang dokter juga pada prinsipnya
diamanahkan untuk menjalankan tugas-tugas antropososial dan
merealisasikan tanggung jawab individual kekhalifaan, mewujudkan
“kebenaran” dan keadilan, yang tentunya tidak akan terlepas pada konteks
dan realitas dimana dia berada. Dengan tetap mengindahkan tanggung
jawab dispilin keilmuan, maka entitas dokter haruslah mampu
mempertemukan konsepsi dunia kedokterannya dengan realitas masyarakat
hari ini.
Maka
adalah penting memahami secara benar konsepsi dan melakukan pembacaan
terhadap realitas yang terjadi didepan mata kita. Jika kita bawa pada
paradigma kedokteran, maka konsepsi dunia kedokteran adalah humanisasi,
sosialisme, penghargaan atas setiap nyawa, pembelajaran dan peningkatan
kualitas hidup, keseimbangan hak dan kewajiban tenaga medis dengan
pasien.
Sebagai
kaum intelektual, yang setiap saat mengkonsumsi pengetahuan akan
kehidupan sains, sosial, keadilan, kebenaran dan fungsi-fungsi
peradaban, maka profesi dokter memiliki tanggung jawab intelektual yang
tidak boleh dinafikkan, selain karena profesi ini telah menjelma menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat, juga karena
intelektualitas merupakan salah satu parameter pencerahan kehidupan yang
didalamnya terkandung rahmat sekaligus amanah bagi yang memilikinya.
Berdasarkan
tinjauan historisnya, dunia kedokteran (pengobatan) pada awalnya
dipandang sebagai sebuah profesi yang sangat mulia, sehingga dengan
asumsi tersebut, maka orang-orang yang terlibat dalam proses hidup dan
berlangsungnya dunia kedokteran kemudian dinisbahkan sebagai orang-orang
yang juga memiliki kemuliaan; baik pada kata, sikap maupun tabiat yang
dimilikinya. Dengan memandang profesi kedokteran sebagai pekerjaan yang
senantiasa bergelut untuk menutup pintu kematian dan membuka lebar-lebar
kesempatan untuk dapat mempertahankan dan meneruskan hidup seseorang,
maka berkembanglah kesepakatan sosial (social aggrement) akan urgensi
dari ilmu kedokteran sebagai salah satu prasyarat utama untuk dapat
mempertahankan hidup.
Pada
akhirnya, lambat namun pasti, profesi kedokteran seakan menjadi ilmu
pengetahuan utama (master of science), dimana setiap dokter dipandang
sebagai seorang jenius dan tahu segalanya dan semua orang akan berusaha
menjadi dan memegang peran besar dalam pekerjaan terhormat ini.
Profesi
kedokteran dianggap sebagai sebuah seni (art) dalam kehidupan,
karenanya tidak setiap orang dapat dengan mudah mendapatkan kecakapan
akan tindakan-tindakan medis, walaupun itu hanya tindakan medis
sederhana yang dapat dimiliki oleh setiap orang saat ini.
Dengan
semakin bertambahnya kompleksitas kehidupan manusia, maka ragam lingkup
ilmu pengobatan (kedokteran) menjadi terdesak untuk melakukan
pengembangan dan peningkatan kualitas, sesuai dengan kompleksitas objek
pengobatan yang dijumpai dalam realitas.
Maka
mulailah terjadi proses desakralisasi ilmu kedokteran (pengobatan),
dimana setiap orang memiliki kesempatan untuk dapat memahami dan
memilikinya, tentunya setelah menyanggupi syarat-syarat yang diajukan,
melalui proses pendidikan yang lebih sistematik. Pada aras yang lain,
pengembangan ilmu pengobatan yang sudah ada sebelumnya menjadi bagian
yang tak terpisahkan, mulailah dilakukan penelitian-penelitian (medical
research) dengan menggunakan teknologi modern, untuk menyempurnakan
pengetahuan pengobatan yang telah ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih untuk tidak spam di sini