Profesi Jurnalis
Profesi adalah kata serapan yang berasal dari bahasa inggris profess yang dalam bahasa Yunani memiliki makna janji memenuhi kewajiban melakukan tugas khusus secara tetap/permanen, atau biasa disamakan dengan pekerjaan. Memang profesi bisa diartikan demikian, lalu apa bedanya profesi semisal dokter, pilot, dan wartawan jika dibandingkan dengan tukang tambal ban, supir, dan pembantu rumah tangga yang juga merupakan sebuah pekerjaan? Poin inilah yang bisa menjadi inti pembeda antara profesi dan pekerjaan lainnya. Meski sama-sama membutuhkan keterampilan dalam masing-masing bidangnya, profesi membutuhkankualifikasi tertentu sehingga pelaku profesi bisa disebut profesional.
Untuk menjadi profesional, maka perlu melalui kulaifikasi yang sudah ditentukan oleh masing-masing bidang. Kualifikasi tersebut berupa pendidikan khusus, ketrampilan khusus, standar kompetensi, masuk dalam organisasi, dan mengikuti kode etik. Selain itu profesional bisa juga diartikan sebagai orang yang menggeluti sebuah profesi tertentu untuk menafkahi hidupnya.
Mereka yang disebut profesional seperti halnya aktor, penyayi, pemain sepak bola, atau petinju profesional dianggap sudah berpengetahuan dan terampil serta bisa menerapkannya dalam wujud praktik pada bidang profesi yang dilakoninya. Hal itu pun digunakan sebagai atribut untuk membedakan profesional dengan mereka yang melakukan pekerjaan hanya sebagai sambilan atau biasa disebut amatir.
Seorang profesional sewajarnya memiliki sifat profesionalisme yang seringkali dianggap sebagai jiwa mereka. Profesionalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, seorang profesional harus tunduk kepada kode etik sebagai bahan kualifikasi yang disepakati dalam bidangnya. Pun demikian dengan profesi jurnalis/wartawan yang erat dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) sebagai acuan moral. KEJ yang mengatur tindak tanduk jurnalis ini berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, meski demikian intinya ada pada empat hal yaitu kebenaran, independen, akuntabel dan mengurangi dampak yang merugikan.
Dengan penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa profesionalisme jurnalistik adalah kualitas jurnalis yang tunduk pada aturan yang tertera pada kode etik profesi. Oleh sebab itu jurnalis harus bisa menjalankan profesinya tanpa keluar dari koridor kode etik yang sudah ditentukan agar memiliki atribut profesional dan memiliki profesionalisme.
Kode etik dibuat oleh organisasi bidang profesi dengan maksud untuk mengarahkan anggota agar tidak keluar dari koridor profesionalnya. Adapun tujuan dari KEJ adalah agar jurnalis tidak perlu cemas jika muncul gugatan terkait tugasnya selama mematuhi KEJ. Jika masih diperkarakan, jurnalis bisa membela diri dengan bukti-bukti karya profesionalnya.
Meskipun sudah melalui semua kualifikasi termasuk menaati kode etik hingga disebut profesional, seorang jurnalis tetap erat dengan konsekuensinya baik wartawan yang berada di lapangan ataupun yang duduk di meja redaksi. Konsekuensi jurnalis pada hasil tulisannya harus imbang dan bukan merupakan spekulasi atau opini yang dapat merugikan pihak lain bahkan medianya sendiri.
Konsekuensi jurnalis tidak hanya dalam batasan-batasan kode etik namun juga risiko yang kemungkinan terjadi saat peliputan atau dampak dari karya jurnalistik yang sudah dipublikasi. Wartawan yang terjun langsung di lapangan disebut-sebut memiliki risiko paling tinggi bahkan hingga bisa membahayakan nyawa. Salah satu contoh adalah peristiwa mendaratnya rudal milik Israel di mobil bertanda pers di Jalur Gaza Palestina pada 20 November 2012 lalu. Peristiwa tersebut menewaskan juru kamera untuk stasiun TV lokal Al-Aqsa TV, Mahmoud Al-Koumi dan Husam Salameh.
Bisa dikatakan profesionalisme jurnalis tidak bisa ditawar lagi karenabisa menimbulkan efek besar jika dikesampingkan. Media bisa digugat oleh pihak yang merasa dirugikan oleh media tersebut. Namun dengan adanya kualifikasi dan uji kompetensi yang dilakukan oleh organisasi wartawan, diharapkan bisa memberikan perlindungan dengan menguji kemampuan profesionalnya.
Salah satu bagian terpenting dari profesi jurnalis adalah komunikasi. Dalam KBBI, komunikasi memiliki arti pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yg dimaksud dapat dipahami. Komunikasi yang baik perlu dilakukan oleh jurnalis agar tercapai komunikasi massa yang baik pula. Lalu apa pengertian komunikasi massa? Arti kata massa sendiri adalah orang yang banyak di suatu tempat atau menyebar. Maka bisa disimpulkan komunikasi massa adalah penyebaran informasi atau berita yang dilakukan kelompok sosial tertentu kepada khalayak yang heterogen serta tersebar di mana-mana. Dalam hal ini jurnalis melakukan komunikasi massa lewat media massa baik cetak ataupun elektronik.
Media massa atau pers memiliki fungsi dan posisi yang sangat penting pada komunikasi massa. Dalam pasal 3 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers disebutkan fungsi pers dalam dua ayat. Pada ayat pertama disebutkan pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Di pasal dua pers nasional juga disebutkan dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Media massa juga memiliki fungsi sebagai kontrol sosial dan mengawal jalannya demokrasi di Indonesia. Sementara itu posisi media massa dalam menyampaikan pesan berupa karya jurnalis atau berita bisa mempengaruhi pergerakan sebuah negara. Contohnya sejak terjadinya reformasi hingga sekarang, media massa menjadi jembatan penting penyampaian aspirasi baik dari pemerintah kepada rakyat ataupun sebaliknya. Hal itu juga mencerminkan kontrol sosial yang baik di suatu negara nisa terwujud dengan campur tangan media yang baik pula. Pada ranah hiburan, penyampaian informasi berita di media massa di bidang out terus berkembang. Bahkan dianggap menjadi prospek yang bagus bagi para pengusaha di bidang hiburan.
Oleh sebab itu bisa disimpulkan posisi media massa berada di tempat srategis sebagai penyalur informasi ke masyarakat. Media massa juga disebut-sebut sebagai pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif serta menempati posisi pada berbagai momentum sejarah. Dalam hal ini media massa dituntut secara professional untuk bisa menyampaikan informasi-informasi secara berimbang kepada para respondennya, sehingga sifat keberpihakan harus bisa dihapus oleh media massa itu sendiri.
Dalam penyampaian informasi, dewasa ini media massa mengalami kemajuan pesat dalam hal teknolonologi alat penyampaiannya. Benda yang berfugsi sebagai media massa sebenarnya sudah digagas sejak jaman romawi kuno dengan menggunakan gulungan. Lalu setelah ditemukan mesin cetak pertama kali pada tahun 1440 oleh penemu asal Jerman, Johannes Gutenberg, perkembangan media massa melaju pesat dengan diterbitkannya surat kabar yang terdiri dari satu lembar kertas dan disusul dengan diterbitkannya surat kabar yang lebih tebal dan majalah.
Dengan adanya media elektronik yaitu radio dan televisi, penyebaran informasi pun tidak hanya terpaku pada media massa berformat cetak. Media yang digunakan untuk penyebaran informasi dan berita menjadi lebih beragam. Bahkan saat ini sudah banyak bermunculan media siber yang memanfaatkan jaringan internet melalui komputer ataupun telepon genggam sehingga komunikasi massa bisa terjalin dengan lebih cepat. Responden pun bisa mengakses berita lebih praktis.
Perkembangan teknologi bahkan memberikan kesempatan kepada siapapun yang bukan jurnalis untuk menyampaikan berita seperti halnya wartawan. Hal itu dikenal juga dengan sebutan citizen journalism atau jurnalisme warga. Tren jurnalisme warga berawal dari tragedi tsunami di Aceh tahun 2004 silam. Saat itu laporan berita dari korban tsunami bahkan bisa mengalahkan berita buatan jurnalisme profesional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih untuk tidak spam di sini